Rabu, 13 April 2011

Teori Perubahan Sosial

Pengertian Perubahan Sosial

Pada saat ini, terdapat perbedaan teori perubahan sosial dari pada masa lalu adalah dalam hal kecepatan, intensitas, dan sumber-sumbernya. Pada masa sekarang, berlangsung lebih cepat dan lebih intensif, sementara itu sumber-sumber perubahan dan unsur-unsur yang mengalami perubahan juga banyak. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu didasarkan karena “kebosanan” (Hirschman, dalam Horton dan Hunt. 1980). Kadang-kadang perubahan sosial itu menimbulkan berbagai masalah dalam masyarakat.
Soemardjan (1981) mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai social, sikap, dan pola tingkah laku antara kelompok dalam masyarakat.
Davis (1960) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Moore mendifinisikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur sosial, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Moore memasukkan ke dalam definisi perubahan sosial seperti norma, nilai dan fenomena cultural (lauer, 1989).
Rogers mendefinisikan perubahan sosial yang terjadi pada struktur dan fungsi dalam sistem sosial. Perubahan pada struktur dan fungsi dalam sistem sosial terjadi karena adanya kegiatan-kegiatan seperti revolusi, pembangunan, penemuan-penemuan baru terutama dibidang industri (Sastramihardja, 1987). Lalu Rogers juga menjelaskan bahwa proses perubahan sosial dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu penemuan baru (invention), difusi (diffusion), dan akibat (consequence).
Cohen (1983) menyatakan perubahan sosial adalah setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau perubahan dalam organisasi sosial masyarakat.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi dalam sistem sosial, termasuk di dalamnya aspek kebudayaan seperti tingkah laku dalam masyarakat. Singkatnya, perubahan sosial adalah sebagai perbedaan berarti dalam unsur-unsur masyarakat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Teori Evolusioner

Teori ini menilai bahwa perubahan social memiliki arah yang tetap yang dimulai oleh semua masyarakat. Teori ini juga menyatakan jika tahap terakhir telah dicapai, pada saat itu pula perubahan evolusioner berakhir. Comte seorang sarjana Perancis yang kadang-kadang disebut sebagai pendiri sosiologi mengemukakan bahwa kemajuan progresif peradaban manusia mengikuti suatu jalan yang alami, pasti, sama, dan tidak terelakkan.  Dalam teorinya yang dikenal dengan nama “Hukum Tiga Tahap”, Comte mengemukakan bahwa sejarah memperlihatkan adanya tiga tahap yang dilalui peradaban. Pada tahap yang pertama diberi nama “Teologis”, pada tahap ini Comte juga membagi lagi menjadi 3 tahapan (Lauer, 1989) yaitu : (a) kepercayaan terhadap kekuatan jimat (fetishism); (b) kepercayaan terhadap banyak dewa (polithesim); (c) kepercayaan terhadap Tuhan (monotheism).
Tahap kedua, “metafisik”, pada tahap ini manusia mengasumsikan fikiran bukan ciptaan adikodrati tetapi ciptaan “kekuatan abstrak”, sesuatu yang benar-benar dianggap ada, yang melekat di dalam diri seluruh manusia dan mampu menciptakan semua fenomena. Hukum abstrak menjadi alat penjelasan sesuatu fenomena.
Tahap ketiga, “positif atau ilmiah”, yaitu pikiran manusia tidak lagi mencari ide-ide absolut, yang asli dan mentakdirkan alam semesta, dan yang menjadi penyebab fenomena; tetapi nalar dan pengamatan menjadi alat utama dalam berfikir.
Dari tahap ketiga ini, Comte berkesimpulan bahwa; “Bila perilaku manusia dan masyarakat semakin lama semakin ditandai oleh pengaruh nalar”.
Berbeda dengan Comte, Spencer (Lauer, 1989) dalam menyusun teori perubahan sosialnya bertolak dari masyarakat sebagai sebuah “organisme” yang hidup. Dengan kata lain, terdapat kesamaan penting antara masyarakat dan organisme biologis, dan karena itu terdapat sejumlah alasan untuk memperlakukan masyarakat sebagai sebuah organisme. Jelas, bahwa Spencer menggunakan pengetahuannya tentang biologi untuk memahami fenomena sosial. Dengan kata lain, masyarakat sebagai system, di dalamnya ada unsure-unsur yang berfungsi saling menopang, mendistribusikan, dan mengatur.
Perlu diingat bahwa teori evolusi Spencer ini tidak terbatas hanya pada unsur-unsur yang saling ketergantungan dan juga saling berhubungan, tetapi secara implisit menggambarkan menurut “pertumbuhan manusia”. Menurut Spencer, masyarakat dibagi 2 yaitu masyarakat militan dan industri, masyarakat militan diorganisasikan berdasarkan kerja sama yang diwajibkan sedangkan masyarakat industri berdasarkan kerja sama sukarela.
Pada bagian lain Spencer mengakui, bahwa masyarakat dapat mengalami kemajuan dan kemunduran. Pendirian Spencer ini didasarkan atau hubungan struktur suatu masyarakat dan watak serta perilaku anggotanya. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, struktur sosiallah sebagai mekanisme yang mendorong terjadinya perubahan sosial di masyarakat.
Pandangan Spencer di atas telah mempengaruhi pandangan Durkheim, terutama dalam melukiskan perubahan masyarakat dari homogen (primitif) ke heterogen (modern). Teori Durkheim (Lauer 1989) yang cukup terkenal dan selalu dihubungkan dengan namanya yaitu 2 tipe solidaritas. Solidaritas mekanik dan organik.
Solidaritas mekanik adalah bentuk awal, bentuk primitif dari organisasi sosial dan masih dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat primitif yang ada masa kini. Sedangkan solidaritas organik berasal dari pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial.

Teori Siklus

Spengler (1880-1936) mengatakan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses pentahapan kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Seperti Spengler, Toynbee (1889-1975) melihat proses kelahiran, pertumbuhan, kemandekan, dan kehancuran di dalam kehidupan sosial (Horton dan Hunt. 1980; Popenoe, 1989). Misalnya, peradaban Mesir muncul sebagai hasil tanggapan yang memadai atas tantangan berasal dari rawa dan hutan belantara lembah Nil, sedangkan peradaban lain muncul dari tantangan konflik antar kelompok.
Atas dasar teori Toynbee di atas, kita dapat menarik kesimpulan sementara bahwa perkembangan peradaban ada kaitannya dengan tantangan atau konflik di dalam kelompok. Toynbee juga memperhitungkan sejumlah kriteria agar tanggapan atau konflik itu memadai. Pertama keras-lunaknya tantangan; kedua kehadiran elit yang akan memimpin dalam memberikan tanggapan atas tantangan itu. Lalu Toynbee pun sampai pada suatu kesimpulan yaitu; Dengan Pimpinan Elit, peradaban akan tumbuh melalui serentetan tanggapan yang berhasil menghadapi tantangan yang berkelanjutan. Sebaliknya, peradaban akan mengalami kehancuran bila elit kreatifnya tak lagi berfungsi secara memadai, mayoritas tak lagi memberikan kesetiaan dan menirukan elit; dan bila kesatuan sosial mengalami perpecahan.
Sorokin menggunakan metode yang disebutnya logico-meaningful, yaitu logika dalam arti penuh (Horton dan Hunt. 1980; Lauer 1989; Popeone 1989). Menurut Sorokin metode tadi menghasilkan 3 sistem sosio-kultural atau supersistem, yaitu (1) sistem ideasional; (2) sistem indrawi; (3) sistem campuran.
Sistem ideasional pada prinsipnya menyatakan bahwa Tuhan sebagai realitas tertinggidan nilai-nilai terbenar. Sistem ideasional ini terbagi atas : ideasional asketik dan aktif. Ideasional asketik menunjukkan ketertarikan pada tanggung jawab untuk mengurangi sebanyak mungkin kebutuhan duiniawi atau material agar mudah terserap ke dalam alam transedental. Sedangkan ideasional aktif, selain mengurangi kebutuhan duniawi juga berupaya mengubah dunia material agar selaras dengan alam transcendental. Sistem indrawi ada 3, yaitu : indrawi aktif, pasif, dan sinis. Indra. Sistem campuran, merupakan gabungan kedua mentalitas di atas. Artinya realitas dan nilai, sebagian dapat diserap indra dan sebagian lagi dipandang bersifat transenden, yang tak terserap oleh alat indrawi. Sistem campuran ini ada 2, yaitu : mentalitas idealistis  dan ideasional tiruan. Dengan kata lain, kedua tipe mentalitas secara sistematis dan logis saling berkaitan artinya, keduanya tidak terintegrasi secara sistematis kecuali sekedar berdampingan saja. Meskipun secara teoritik kita dapat membedakan sistem sosio-kultural yang 1 dengan yang lainnya, tetapi dalam praktek sistem tersebut saling berhubungan atau bahkan saling menunjang. Artinya, tak ada sistem sosio-kultural yang benar-benar memonopoli dalam arti tanpa berdampingan.
Kembali kepada soal pertumbuhan dan kemunduran sistem sosio-kultural bahwa pertumbuhan kuantitatif terutama mengacu kepada peningkatan kuantitatif wahana atau agen atau kedua-duanya. Pertumbuhan kualitatif, mencakup berbagai peningkatan, atau perbaikan sistem makna, wahana, dan agen, atau ketiga-tiganya sekaligus. Sebagai tingkat perkembangan masyarakat yang terwujud dengan sendirinya (self-actulization) pada tingkat individual.

Teori Fungsional

Teori fungsional intinya adalah integrasi diantara unsur-unsur sistem kalau ada perubahan itu akan berpengaruh pada unsur sistem lainnya. Proses keseimbangan mengacu pada proses yang membantu mempertahankan batas-batas sistem. Proses itu mungkin statis atau dinamis. Di dalam kedua jenis keseimbangan (statis atau dinamis) ini proses berlangsung terus; hanya saja keseimbangan dinamis terdapat proses perubahan yang sudah terpola. Perubahan struktural yaitu perubahan kultur normatif sosial bersangkutan, ini berarti perubahan dalam sistem nilai terpenting ditingkat tertinggi di sistem sosial. Diferensiasi struktural, proses ini menimbulkan perubahan dalam subsistem tetapi tidak mengubah struktur sosial secara keseluruhan, dengan kata lain nilai-nilai yang sudah mapan dianggap tidak berubah. Evolusi masyarakat, proses ini menuju kepada peningkatan adaptasi. Jika proses ini benar-benar telah bersifat evolusi, maka unit-unit baru akan melaksanakan atau mempunyai kemampuan adaptasi untuk melaksanakan fungsi-fungsinya secara lebih efektif dibandingkan pelaksanaan fungsi-fungsinya yang telah dilaksanakan di dalam unit sebelumnya. Jadi ketegangan berarti hubungan antara 2 sistem atau lebih berada di bawah tekanan untuk berubah dan berubah menurut cara yang tidak sesuai dengan keseimbangan sistem. Ketegangan demikian mungkin diselesaikan oleh sistem itu, mungkin ditahan atau diisolasi, atau mungkin mengakibatkan perubahan struktural. 

Teori Konflik

Konflik adalah mekanisme yang mendorong perubahan, konflik berpengaruh efektif terhadap seluruh tingkat realita sosial. Bahwa dalam masyarakat dikuasai oleh berbagai konflik fundamental yang menjadi konkrit di dalam tindakan orang-orang atau kelompok. Jadi teori konflik berfungsi sebagai pendorong pentingnya perubahan, perubahan hanyalah akibat dari konflik tersebut.

Sumber-sumber Perubahan Sosial

Paradigma Endogen berusaha menjelaskan dalam masyarakat dengan memusatkan pada atau mencari sumber-sumber perubahan dalam masyarakat itu sendiri. Aliran-aliran evolusioner dan struktural-fungsional merupakan aliran-aliran yang menggunakan paradigma ini. paradigma Eksogen, sebaliknya berusaha menjelaskan asal-usul perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dengan mencari faktor-faktor luar dari masyarakat. Kekuatan ini mungkin berupa kekuatan dari dalam (Endogen) dan kekuatan dari luar (Eksogen), kekuatan dari dalam seperti perubahan demografis yang menekan bagi terjadinya perubahan jenis lain. Sementara kekuatan dari luar, seperti ancaman yang dihadapi oleh masyarakat, misalnya ancaman ekonomi. Arah perubahan tergantung pada cara-cara memobilisasi sumber-sumber dan cara penggunaannya untuk mempengaruhi perubahan. Kontrol sosial, selalu muncul menawarkan perlawanan terhadap perubahan sosial, perubahan sosial pada dasarnya ada 2 yakni sumber yang berasal dari dalam (Endogen) dan sumber yang berasal dari luar (Eksogen).

Efek-efek Perubahan Sosial

Perubahan sering tidak hanya saja membawa efek positif tetapi tidak sedikit menggoyahkan budaya yang berlaku dan merusak nilai-nilai dan kebiasaan yang dihormati. Dalam segi positif perubahan setidaknya dapat meningkatkan kualitas manusia. Secara teoritis manusia mempunyai kebutuhan, misalnya kebutuhan moral, ekonomi, prestasi, mendapatkan pengakuan, dsb. Dalam segi negatif perubahan sosial selain dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial sekaligus juga bisa menjadi masalah sosial. Sikap dan nilai-nilai kelompok menentukan ragam inofasi yang berkemungkinan untuk diterima oleh kelompok. Inofasi yang sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan utama kebudayaan yang berlaku lebih mudah diterima dari pada inofasi yang bertentangan dengan unsur-unsur tersebut. Kepintaran dan kedudukan sosial mempengaruhi keberhasilannya dalam memperkenalkan perubahan, tanpa mengetahui kebudayaan masyarakat secara baik, para agen perubahan akan mengalami kegagalan karena mereka pada umumnya akan melakukan kesalahan dalam memperhitungkan konsekuensi dan teknik penerapan yang menunjang sasaran perubahan. 

Hasil-hasil tentang Perubahan Sosial

Perubahan itu meliputi aspek struktural, kultural, dan aspek hubungan-hubungan atau jaringan sosial. Aspek struktural adanya kesempatan terbuka bagi penduduk pribumi untuk menjadi pegawai pemerintah. Aspek cultural, mendidik pribumi diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan meskipun pada tingkat yang terbatas. Sementara hubungan terjadinya mobilitas horizontal penduduk dari satu daerah ke daerah lain, disini terjadi adanya pembauran-pembauran. Perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat, selain membawa segi positif tetapi juga ada akses negatifnya seperti antara lain memudarnya sistem kekerabatan, kerja sama, dan semangat gotong royong yang merupakan tradisi masyarakat Indonesia. 

Teori Perubahan Sosial

Pada masa August Comte dinamika sosial (perubahan sosial) yang menonjol adalah upaya mengganti gagasan-gagasan yang lama dengan konsep positif dan ilmiah yang merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan. Perubahan sosial ada pada dinamika struktural (social dynamic) yaitu perubahan atau isu perubahan sosial yang meliputi bagaimana kecepatannya, arahnya, bentuknya, agennya (perantara), serta hambatan-hambatannya. Perubahan akan mencakup sistem sosial, dalam bentuk organisasi sosial yang ada di masyarakat, perubahan dapat terjadi dengan lambat, sedang atau keras tergantung situasi (fisik, buatan, atau sosial) yang memperngaruhinya. Untuk menerangkan proses perubahan sosial secara makro atau global, ada baiknya dipahami bahwa perubahan sosial akan tampak jelas dalam hubungan makro, yang tercermin dalam hubungan antar Negara, wilayah, regionalitas dan tata masyarakat yang cukup luas.

Arus Berpikir

Perubahan sosial ada 2 macam, yaitu yang datang dari Negara (state) dari yang dating (free market). Perubahan yang dikelola oleh pemerintah berorientasi pada ekonomi garis komando yang dating secara terpusat sedangkan yang dating dari pasar bebas, campur tangan pemerintah sangat terbatas. Perubahan sosial dalam batas-batas menjadi  ukar dikendalikan, karean kekuatan eksternal tampaknya akan tetap menguasai infrastruktur kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Karena pemerintahan yang dikendalikan sangat kuat memegang noram,etika dan aturan-aturan yang cukup noramatif.

Proses perubahan sosial

Proses perubahan meliputi: Proses Reproduction dan Proses Transformations.
Proses reproduction adalah proses mengulang-ulang, menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya. Proses Transformation adalah suatu proses penciptaan hal yang baru (something new) yang di hasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (tools and technologies), yang berubah adalah aspek budaya yang sifatnya material, sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali di hadapan perubahan (bahkan ada kecendrungan untuk dipertahankan). Hal ini menunjukan bahwa budaya yang tampak (material) lebih mudah diubah, tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang sukar untuk dibentuk kembali.

Teori Perubahan Sosial : Menurut teori sosial klasik

Teori Sosialogi Klasik muncul dari tiga tokoh (Karl Marx,Marx Weber dan Emile Durkheim). Dalam memahami perubahan sosial ketiga tokoh ini berusaha memahami fenomena perubahan secara radikal terutama untuk masyarakat barat yang sedang beralih dari struktur agraris ke struktur industri.

Karl Marx (1818-1883)
Pemikiran Marx pada masa pemikiran Soeharto (lebih dari 30 tahun), secara ‘de facto’ telah ditabukan oleh sejarah. Rangkain kebijaksanaan pemerintah itu bisa dipahami karena pengembangan ajaran Marx telah menjelma menjadi idoelogi dan kekuatan politik yang cukup dahsyat (Marxis-Leninisme) dalam perjuangan ideologi global. Pemikiran Marx pada awalnya tentang perubahan sosial mendapat pengaruh dari Emanuel Kant, yang secara jelas menyatakan bahwa manusia berawal dari sebuah kesempurnaan (the holy spirit of God), tetapi kemudian masuk ke dunia yang penuh keterbatasan, kotor serta tidak suci. Karl Marx membagi dalam 5 konsep penting dari pemikiran, meliputi:
1.       Idealisme
2.      Materialisme
3.      Sistem Ekonomi
4.      Surplus Value
5.      Dinamika Perubahan Sosial (dynamic social change)

Max Webber (1864-1920)
Pemikiran Webber berpengaruh pada perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki. Dalam kehidupan masyarakat barat model nasionalisme akan mewarnai semua aspek kehidupannya. Orang yang rasional akan memilih makna yang paling benar untuk mencapai tujuannya (suatu perilaku yang diperhitungkan “matang untuk mencapai tujuan”), dalam pemikiran Webber meliputi 6 konsep yang digunakannya, yaitu :
1.      Rationalitas
2.      Etika Protestas dan Kapitalisme
3.      Perkembangan Teori Webber di Indonesia
4.      Webberian: Talcot-Parson
5.      Birokrasi
6.      Birokrasi Militer

Emile Durkheim (1858-1912)
Akibat revolusi industry yang berlangsung di Inggris dan Eropa, mengakibatkan perubahan sosial yang cepat dan meminta banyak korban untuk mengatasi dampak yang cepat itu ia menawarkan kajian sosiologi perubahan sosial yang merupakan hasil rekayasa dan perubahan sosial yang stabil dengan tetap berafiliasi kepada status quo. Pemikiran Emile Durkheim meliputi:
1.      Pendekatan Sistem, dan
2.      Teori Perubahan Sosial

Perubahan sosial: Dialog Konsep Marx, Durkheim dan Webber

Ketiga pemikir itu berkembang menjadi suatu acuan besar manakala banyak orang belajar tentang sosiologi, sejauh itu ketiganya kemudian banyak mewarnai cara pemikir melahirkan asumsi-asumsi, dasar teoritik dan kemudian menjadikan paradigma besar dalam sosiologi. Implikasi metodologis yang secara logis lahir akibat cara pandang paradigmatic dari ketiga tokoh sosiologi tersebut meliputi:
1.      Kubu Materialisme vs Idealisme
2.      Perubahan Sosial Perspektif Historis
3.      Emile Durkheim dalam Perubahan Sosial
4.      Dialog tentang Agama dan Kapitalisme

Teori Moderniasasi dan Ketergantungan dalam Perubahan Sosial

Teori modernisasi secara umum dapat diungkapkan sebagai cara pandang atau visi yang menjadi modus utama analisisnya dalam suatu masyarakat. Menurut Prof. DR. Selo Soemardjan (1986), masyarakat akan mengalami tahap-tahap modernisasi yang terjadi dihadapannya, yaitu dari taraf yang paling rendah  ketingkat yang paling tinggi .
        i.            Modernisasi Tingkat Alat
      ii.            Modernisasi Tingkat Lembaga
    iii.             Modernisasi Tingkat Individu
    iv.             Modernisasi Tingkat Inofasi
Teori dependensia (Teori Ketergantungan)
Timbulnya tradisi dependensia adalah akibat dilepaskannya teori-teori strategi pembangunan yang gagal dan ada kecendrungan orang mencari kerangka intepretasi baru untuk memformulasikan strategi tandingan.

Perubahan Sosial dan Model Pembangunan di Indonesia

Perubahan sosial yang dilakukan dengan pengaruh kekuatan Negara merupakan model pembangunan yang banyak menjadi acuan di banyak Negara berkembang tetapi menapak pada tahun 1980-an pembangunan menjadi konsep yang diperdebatkan. Pembangunan adalah suatu proses perencanaan sosial (social plan) yang dilakukan oleh birokrat perencana pembangunan, untuk membuat perubahan sosial yang akhirnya dapat mendatangkan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Re-Orientasi Teori Pembangunan
Teori pembangunan Bjorn Hettne (1990; 222; 251) menguraikan ada 4 aliran berpikir ilmu sosial tentang pembangunan, yang masing-masing dari 2 kelompok pemikiran yang berbeda.
1.      Cylical                         -      Dimensi Positif-Normatif
-           Dimensi Formal-Subtantif
2.      Irreversible                  -      Pemahaman Erosentrisme kekonteks-Tualis dan Lokal
-           Perubahan Endogenisme melalui Eksogenisme menuju globalisasi

Teori Pembangunan Alternatif: Ethno-Development atau Multikulturalisme
Masyarakat dengan pembangunan butuh nasib sendiri, kebutuhan dasar manusia, kelangsungan hidup (sustainability) dan pembangunan lain yang bersifat local. Untuk membangun model pembangunan alternative atau pembangunan lain (amother development). Dalam tradisi ilmu sosial, membutuhkan suatu ketegangan penyusunan konsep tual yang secara rutin harus selalu dikritisi sebagai wacana yang terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar